Umar bin Khatab dengan Wanita Pemasak Batu
UMAR
bin khatab adalah seorang khalifah yang dikenal sangat tegas dan bijaksana.
Sebagai seorang pemimpin besar kaum muslimin, dia kerapkali melakukan
tindakan-tindakan yang diluar dugaan. Dia pernah memarahi seorang gubernur yang
menyepelekan hak orang lain. Pernah suatu malam ia berkeliling di disebuah
daerah. Sayup-sayup dari kejauhan terdengar suara anak kecil yang sedang
menangis. Maka bergegaslah beliau mendekati arah suara itu. Sumber suara anak
kecil yang tengah menangis itu adalah dari gubug tua. Terdengar pula suara
seorang wanita yang berusaha untuk menghentikan tangis anaknya.
“Sebentar
lagi makanannya akan masak, tidurlah dulu!” ujar wanita itu terdengar jelas oleh
Khalifah Umar.
“Bu,
aku sudah lapar dari tadi…aku ingin makan!” terdengar suara anak kecil sambil
terisak-isak menangis.
“Ya
sabar dulu. Tuh kan ibu sedang memasak airnya juga belum mendidih!”
“Dari
tadi koq belum masak juga…cepat perutku lapar sekali!”
Wanita
separuh baya itu hanya meneteskan air saat mendengar anaknya yang kelaparan.
Khalifah
Umar merasa heran dan penarasan mengapa ibu itu belum memberikan makanan juga
padahal sejak tadi air itu mendidik , maka beliau mengetuk pintu gubug itu
sekedar ingin mengetahui, apa sesungguhnya yang terjadi pada keluarga itu.
Tentu
saja wanita itu kaget ketika terdengar suara lelaki dari luar.
“Wahai
lelaki, siapakah anda ini?. Ada keperluan apa anda datang ke sini?”
“Aku
bukan siapa-siapa, aku hanya ingin bertamu saja. Aku tak tega mendengar suara
anak yang sejak tadi terus menerus menangis!”
Wanita
itu pun lalu membukakan pintu. Khalifah Umar kemudian masuk ke dalam gubuk.
Sungguh sangat kasihan rumah perempuan ini. Gubuk itu berukuran kecil. Terlihat
di ruangan itu ada tungku api yang tengah ditunggui oleh wanita tersebut. Dia
tengah memasak, entah apa yang sedang dipasaknya, Khalifah Umar tidak tahu.
“Bu,
mengapa dengan anak ibu…dari tadi terus menerus menangis?”tanya Umar.
Wanita
itu menarik napas panjang, lalu berkata, “Aku ini wanita yang didzalimi oleh
khalifah Umar, aku miskin dan tidak mempunyai apa-apa di gubuk ini…anakku sejak
tadi menangis karena menahan lapar! Aku pun sudah beberapa hari tidak makan.”
Khalifah
Umar terperanjat mendengar ucapan wanita yang langsung menuduh dirinya sebagai
orang yang dzalim. Namun beliau berusaha untuk menutupinya, ia bersikap tenang.
“Yang
dimasak ibu itu apa?” Tanya Umar.
“Lihatkan
sendiri oleh engkau. Sudah berhari-hari aku dan anakku tidak makan, aku sangat
miskin!”
Umar
segera membuka penutup masakan itu, betapa beliau terperanjat ketika melihat
masakan itu. Beberapa kali ia mengusap wajahnya, tidak percaya apa yang
dilihatnya.
“Hah!
Ibu ini memasak apa?” matanya terbelalak tidak percaya.
“Aku
memasak batu, sekedar menghibur anakku yang sejak tadi kelaparan. Aku pura-pura
saja tengah memasak, padahal aku sudah tidak mempunyai makanan apa-apa di
tempat ini. Aku berharap anakku tertidur aku telah membohonginya! Aku dibiarkan
hidup sengsara oleh Khalifah Umar!”
Mulut
Umar terngangga tidak keluar sepatah katapun, benar-benar kaget. “Ya Allah,
ampunilah aku…aku berdosa membiarkan keluarga ini kelaparan!” ucapnya dalam
hati.
“Bu,
tunggu sebentar aku akan membawa makanan ke sini!” ucap Umar seraya meninggalkan
wanita tua.
Khalifah
Umar dengan langkah sedikit berlari bergegas menuju rumahnya. Dalam perjalanan
ia terus beristighfar memohon ampun kepada Allah. Ketika sampai di rumahnya, beberapa makanan dan gandum segera diambil
serta dibungkusnya. Sekarung makanan beliau panggul sendiri menuju gubuk tua
yang agak jauh.
Keringat
di wajah dan tubuhnya masih basah ketika beliau sudah sampai di gubuk tua itu.
Tanpa berpikir dua kali, segera saja diberikan makanan itu kepada ibu dan
anaknya. Mereka terlihat sangat gembira memperoleh makanan di malam hari.
Keduanya langsung memakan apa yang diberikan khalifah Umar. Terlihat anak
perempuan yang berusia 3 tahun itu pun lahap memakannya. Ia tidak lagi
menangis.
Khalifah
Umar belum beranjak dari gubuk itu, ketika wanita itu berulang-ulang
mengucapkan terima kasih. Beliau akan segera pamitan, namun wanita itu
bertanya,
“Wahai
lelaki yang baik hati, siapakah engkau ini?”
Khalifah
Umar tidak langsung menjawab, beberapa kali napasnya turun naik, kemudian
berkata,
“Akulah
lelaki yang oleh ibu tadi disebutkan sebagai orang yang dzalim. Aku mohon maaf
atas kekhilafanku!”
Wajah
perempuan itu seketika pucat pasi dan tubuhnya gemetar, setelah tahu bahwa lelaki dihadapannya adalah
Khalifah Umar bin Khatab. Dia kelihatan ketakutan sekali, apalagi telah mengatakan dzalim
kepada beliau.
“Aku
mohon maaf!” tangan dan kakinya gemetar.
Selama ini ia belum pernah tahu wajah khalifah Umar hanya mendengar saja dari
orang lain. Kini pemimpin besar umat Islam itu ada dihadapannya, betapa hatinya
kecut. Ia telah menyumpahi dengan kata-kata dzalim kepada beliau. Ia sudah siap
menerima hukuman yang akan ditimpakan.
“Ibu
tidak bersalah, akulah yang bersalah selama ini. Aku berdosa membiarkan seorang
ibu dan anak kelaparan di wilayah kekuasaannku, bagaimana aku
mempertanggungjawabkan dihadapan Allah?. Sudi kiranya Ibu memaafkan aku?” ucap
Khalifah dengan rasa penyesalan mendalam.
Wanita
itu terdiam, tidak keluar sepatah katapun. Ia masih belum percaya kalau lelaki
gagah itu adalah Khalifah Umar bin Khatab yang sangat ditakuti dan disegani
kaum muslimin. Beliau masih sempat datang membawa makanannya sendiri sekedar
untuk memenuhi kebutuhan makanan wanita dan anaknya yang kelaparan.***
Komentar
Posting Komentar